Sunday, January 5, 2020

Vet Internship Part 3 – Claim Bagasi Rusak – Cerita Kos-kosan dan Kehidupan di Korea

Seperti pada cerita sebelumnya, ada kejutan yang menghampiriku saat tiba di Bandara Incheon. Alhamdulillah aku melewati imigrasi dengan lancar. Petugasnya pun baik. Aku menuju ke baggage claim. Cukup lama menunggu koperku keluar. Aku membawa 2 koper dengan ukuran sekitar 24 inch, warna ungu dan biru. Saat aku mengamati satu per satu koper yang berkeliling di conveyor belt, kok koper unguku diletakkan dalam kotak? Deg! Ada yang nggak beres. Saat aku tarik, ternyata ada bagian yang retak dan rusak, serta ada salah satu roda yang hampir lepas karena keretakan di atasnya. Untungnya belum lepas, tapi hampir. Padahal koper unguku secara kualitas lebih baik dari yang biru. Koper yang sudah menemaniku traveling ke berbagai tempat :’)

Koperku saat ku cek in di Bandara Soekarno Hatta. 

Sepertinya koperku saat di pesawat berada di bagian yang terkena panas sehingga menjadi tipis dan rapuh. Ottokkee T_T Ingin menangis saat itu, tetapi aku berusaha tenang. Aku pernah membaca cerita seseorang ketika mengalami kerusakan bagasi lalu dia claim kerusakan ke maskapai dan akhirnya diganti. Sebelum kita berangkat, sebaiknya kita foto koper/barang apapun yang akan dimasukkan sebagai checked baggage. Difoto dari berbagai sisi untuk memastikan kondisinya sebelum berangkat. Saat itu aku foto sih, tapi nggak semua sisi.


Aku nggak langsung keluar bandara tetapi harus ku selesaikan urusan bagasiku yang rusak. Aku melangkah menuju bagian informasi untuk menanyakan ke mana aku bisa claim hal itu. Sempat bingung saat itu aku harus ke mana. Aku tidak bisa bahasa Korea sama sekali dan terkadang tidak paham bahasa Inggris logat Korea mereka, ini membuatku merasa sedikit terkendala. Staff bagian informasi menyuruhku ke bagian kantor maskapai. Dia menunjukkan ada di lantai 2. Di situ ada beberapa pintu dengan logo berbagai maskapai. Akhirnya ku menemukan milik Thai Airways. Aku ketuk pintunya. Sepi sekali saat itu di sekitar situ. Agak deg-degan wkwk. Khawatir nggak dibukain pintu.

Koper unguku yang rusak :(

Akhirnya pintu dibuka, lalu ada staff di sana kebingungan, siapa aku? Wkwk. Lalu aku jelaskan permasalahannya. Aku disuruh lagi ke lantai 1 untuk bertemu seseorang (seperti security), aku tidak terlalu paham orang tersebut menjabat di bagian apa. Sepertinya staff pada bagian untuk nge-claim lost and found. Orang tersebut ada di bagian dekat pintu keluar yang setelah melakukan pengambilan bagasi. Aku jelaskan kembali masalah yang aku alami ke orang tersebut. Lalu dia memberikanku formulir pengaduan lost and found.

Formulir lost and found & damaged baggage. 

Aku juga ditanya, berapa hari aku stay di Korea. Karena durasi tinggalku cukup lama, koper akan dikirimkan ke alamatku di Korea. Saat itu aku tidak diminta untuk memperlihatkan foto bagasiku sebelum berangkat. Tapi buat jaga-jaga aja, setiap mau naik pesawat, harus difoto ya! Aku diberikan katalog berisi gambar koper dengan berbagai jenis dan ukuran. Masyaa Allah, nikmat mana lagi yang dapat aku dustakan. Bingung mau pilih yang mana, semua bagus-bagus, semuanya beroda empat. Alhamdulillah, satu urusan selesai, sekarang aku bingung gimana caranya ke ‘kos-kosan’ wkwk.

Sebelum ke Korea, memang persiapanku untuk ke sini kuakui kurang matang karena masih sibuk koas. Aku sudah mencari tau kalau di sini tidak ada Uber/Grab. Opsi yang aku pilih yaitu naik bus. Waktu aku tanya senior yang kuliah di SNU, dia juga bilang kalau suruh naik bus. Saat itu bingung juga bus yang di sebelah mana, yang jenis apa, karena banyak sekali bus berjejeran. Lagi-lagi aku tidak langsung paham berkomunikasi dengan staff dengan bahasa Inggris logat Korea, membuatku terkendala. Ditambah saat itu baterai hp dan power bank-ku sudah hampir 0%.

Percakapanku dengan staff penginapan. Aku mengabari kalau aku akan tiba di sana. Masih sedikit panik, hp sudah mau mati, sampai typo, harusnya itu “bus” ya..

Papan informasi rute bus sesuai nomor busnya.

Akhirnya aku paham mana bus yang harus aku naiki. Bus Airport Limousine dengan nomor 6003 mengantarku ke halte terdekat dengan kos-kosan di Seoul. Perjalanan ke sana memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Bus di sini tidak bisa berhenti sembarangan, harus di halte yang sesuai. Bus bandara tidak berhenti di semua halte, tetapi pada halte di titik tertentu. Padahal ada halte yang lebih dekat ke kosku, sayangnya tidak berhenti, jadi aku harus jalan cukup jauh. Jaraknya dengan halte di mana busku berhenti sekitar 700 meter. Cukup dekat ya sebenarnya tapiii, OMG aku baru tau kalau dataran di Korea tidak rata, naik-turun!

Dari halte ke kosan jalan terus menanjak, tidak ada jalan menurun :( membuatku ngos-ngosan dan berkeringat menarik 2 koper dengan berat total 30 kg, padahal saat itu suhunya sekitar 10 derajat Celcius, jam 9 malam. Dipersulit dengan roda koperku yang rusak ternyata hampir lepas saat ditarik di medan yang menanjak, huhu. Ingin menangis rasanya saat itu. Sendirian, kedinginan tapi berkeringat, tangan dan badan sudah pegal-pegal, tiada satu orang pun yang membantu, di negeri asing pula :’)

Sampai juga di ‘kosan’. Waktu menunjukkan sekitar jam 9.30 malam. Malam itu juga aku bertemu dengan staff untuk mengurus administrasi penginapan. Ada beberapa jenis penginapan untuk tinggal di Korea, kalau tidak salah istilahnya, ada one room dan goshiwon. Sepertinya kalau one room, dalam satu kamar sudah ada dapur dan mesin cuci. Paket lengkap lah istilahnya (jelas harga sewanya lebih mahal). Sedangkan goshiwon, dapur dan mesin cuci terletak terpisah. Mungkin ada juga goshiwon dengan sharing bathroom (biasanya lebih murah). 

Aku menyewa goshiwon, sebuah kamar yang dilengkapi kamar mandi dalam (ada air panas), tempat tidur, meja, lemari, AC, TV, wifi, kulkas, serta pendeteksi asap. Rata-rata memang gedung di Korea dilengkapi pendeteksi asap, sehingga memang tidak diperkenankan merokok di dalam gedung. Dilengkapi juga dengan CCTV 24 jam dan sandi touchscreen di setiap pintu kamar. Harga sewa per bulan sudah aku tulis di part sebelumnya, yaitu sekitar 450.000 won atau 5,5 juta rupiah. Mahal ya jika dibandingkan dengan kos-kosan di Indonesia. Menurutku itu standar untuk di sini (dan di luar negeri lain), serta dibanding tinggal di hotel, untuk 1 bulan sudah habis berapa, wkwk.

 
Gambar goshiwon yang aku tempati. Walaupun kecil tetapi nyaman. Mohon maaf berantakan wkwk. Difoto waktu baru sampai di sana, sudah lelah, langsung bruk bruk menaruh barang di mana-mana. Sepertinya aku tidur dahulu, lalu jam 1 malam bangun dan memfoto ini.

Ukuran kamarnya cukup sempit, sekitar 2,5 x 3,5 meter, namun itu tak menjadi masalah bagiku. Goshiwon di tempatku ada 6 lantai. Kamarku ada di lantai paling bawah yaitu lantai 3. Lantai 1 dan 2 itu toko dan cafe. Ada lift dan tangga. Ada dapur bersama dan tempat laundry (2 mesin cuci) per 2 lantai goshiwon, yang terletak di lantai genap. Seringnya aku memasak dan me-laundry di lantai terdekat, yaitu lantai 4. Terkadang jika kedua mesin cuci sedang dipakai, aku ke lantai 6 atau 8 wkwk.. Atau jika nasi di dapur lantai 4 sedang habis, aku pergi ke dapur yang lain.

Berkat bantuan informasi dari senior di SNU, aku memesan goshiwon di sini  goshipages.com/naejari . Ku pilih kamar D type dengan tarif paling murah. Kalau mau kamar yang luas bisa pilih A type seharga 580.000 won atau sekitar 6,96 juta, hampir 7 juta rupiah!



Oh ya, fasilitas yang bisa didapatkan di dapur yaitu disediakan nasi yang sudah dimasakkan oleh staff di sana. Ada ramen instan, teh, kopi, kimchi, minyak goreng, bumbu dapur (kecap, garam, gula, merica, dll), air minum dari dispenser, detergen, sabun cuci piring, dsb. Semua itu bisa kita ambil sepuasnya, eh secukupnya. Intinya kita boleh ambil bebas. Peralatan makan dan masak pun tersedia, tapi tentunya kita harus langsung mencucinya setelah dipakai. Di sebelah dapur ada ruang yang dilengkapi meja makan, rice cooker, alat pembuat kopi, microwave, serta pemanggang roti. Untuk ramen, aku tidak pernah ambil karena tidak ada logo halalnya hehe.

Hasil belanja dari minimarket terdekat. Untuk menghemat, aku juga membawa banyak mie instan dan bumbu dapur sendiri yang mungkin susah ditemukan di sini. Mungkin ada, tapi pasti lebih mahal. 
Hampir setiap hari aku makan kimchi yang disediakan gratis, sering juga aku masak nasi goreng kimchi. sampai kadang perutku terasa kembung, kebanyakan gas fermentasi kali(?) wkwk. Dapur bersama, berarti gantian? Iya. Aku lebih suka masak pagi-pagi karena jaraang banget yang ke dapur pagi-pagi wkwk. Biar nggak antri.



 

Sempat bingung saat aku mau me-laundry karena tombol mesin cucinya pakai Hangeul/huruf Korea. Aku gunakan aplikasi Papago untuk menerjemahkannya. Sembari mencuci, aku memasak atau ke kamar lagi untuk melakukan pekerjaan lain. Jemurnya di mana? Sepertinya di rooftop ada tempat untuk menjemur. Saat itu sedang musim gugur menuju winter, cukup dingin, aku pikir tidak akan kering juga jika dijemur di luar. Jadilah aku gantung di kamar. Bisa kering? Yes bisa.

Ada orang dari berbagai negara yang tinggal di kosanku, mungkin karena dekat dengan kampus SNU, sehingga banyak orang asing. Aku memilih goshiwon yang letaknya paling dekat dengan kampus FKH SNU. Ada sih goshiwon dengan tarif lebih murah, tetapi lokasinya lebih jauh. Daripada aku menghabiskan budget untuk transportasi, aku memilih penginapan terdekat, memang biayanya sedikit lebih mahal tetapi lebih hemat daripada aku gunakan untuk naik bus setiap hari. 

Seringnya aku naik bus dibanding metro/kereta bawah tanah. Tarif bus sekitar 15 ribu rupiah baik dekat maupun jauh. Worth it sih kalau jaraknya agak jauh, nggak worth it naik bus ke kampus yang bisa ditempuh dengan jalan kaki 10 – 15 menit saja. Sayang menyisihkan 30 ribu (PP) setiap hari hanya untuk ke kampus. Kampus FKH SNU masih sewilayah dengan rumah sakit hewan SNU. Jadwalku ke sana setiap hari Senin – Jumat. Weekend bisa buat jalan-jalan dan istirahat.

Pada 31 Oktober, yaitu hari ke-4 aku di Korea, saat aku pulang dari kampus ada paket berkardus besar di depan kamarku. Staff kosan sampai syok. Annisa, ini ada paket buatmu, besar sekali, kamu beli barang apa? Wkwk. Koper dengan ukuran 29 inch telah mendarat sempurna padaku. Kok bisa yang rusak 24 inch tapi dapat 29 inch? Awalnya aku memilih 25 inch, setelah aku pikir-pikir, aku khawatir jika koper biruku tidak kuat menampung barang berat-berat. Akhirnya aku email ke pihak maskapai untuk mengganti ke 29 inch. Beneran dikirimin ukuran itu. Yeay. Alhamdulillah. 

  
 Koper baru dari pihak maskapai.

Dengan berat hati aku harus membuang meninggalkan koper ungu kesayanganku di Korea :(( Nggak mungkin kan aku bawa pulang 3 koper besar, nggak bisa bawanya, udah rusak pula, dan pasti bakal kelebihan berat/excess baggage.

Bye-bye koper kesayanganku, I’ll be missing you :(
Mungkin segini dulu aja. Cerita selanjutnya bersambung di part 4 :) 

Wednesday, January 1, 2020

Vet Internship Part 2 – Transit dan Tidur di Bandara, Bangkok Plus Transit di Taipei

Halo semua.. Kembali di cerita veterinary internship part 2

Mungkin ada beberapa teman yang bertanya, berapa sih beasiswa yang dikasih untuk aku nyusun program ini? Apakah fully funded? Seperti di cerita yang telah aku tulis sebelumnya (di sini), beasiswa ini memberikan dana reimburse hingga maksimal 1.000 euro atau sekitar 15 – 16 juta rupiah. Reimburse? Iya, jadi memang harus nalangin dulu di awal. Nanti ketika sudah selesai dan sudah membuat laporan, baru diganti. Trus kalo nggak ada dana di awal gimana? Sepertinya saat itu di syarat dan ketentuan beasiswa tersebut, jika memang tidak sanggup membiayai sendiri di awal, itu bisa dikomunikasikan ke pihak pemberi beasiswa. Alhamdulillah saat itu orang tua ku masih bisa mencukupi kebutuhanku.

Dengan dana sekitar 15 juta, aku harus mengatur rencana pengeluaran agar dana tambahan yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. Mungkin bagi sebagian orang, 1.000 euro sudah sangat cukup untuk perjalanan + stay di Korea selama sebulan, tetapi aku membutuhkan dana lebih hehe.. (yang boros buat oleh-oleh wkwk). 

Saat itu aku mulai mengurus visa H-3 bulan sebelumnya. Harga single entry visa Korea saat itu sekitar 500-600 ribu rupiah (aku lupa, tapi sekitar itu sih). Saat itu aku sedang koas dan tidak punya banyak waktu luang untuk KVAC (Korea Visa Application Center) di Jakarta. Jadilah aku menggunakan agen travel di Jogja untuk mengurus visa, dengan biaya 995 ribu rupiah. Menurutku itu pun lebih worth it. Hemat waktu, hemat tenaga. Buat aku ke Jakarta saja perlu tiket kereta kelas premium/bisnis 200ribuan sekali jalan, kali dua udah 400ribuan, sama aja~ (aku tdk nyaman di kereta ekonomi kalau pergi sendiri wkwk).

Salah satu yang paling penting adalah tiket pesawat. Aku booking tiket setelah visaku jadi (saat itu H-2,5 bulan). Saat itu pengennya direct aja (dengan durasi flight + 7 jam dari Jakarta/Bali). Pengen juga mencoba maskapai Korea (Asiana Airlines atau Korean Air). Setelah aku cek di website, baggage allowance-nya maskapai-maskapai itu ternyata hanya menyediakan bagasi 1 x 23 kg saja!! Huhu. Aku yang rempong perlu kuota hingga 30 kg. Satu-satunya yang direct dan menyediakan 30 kg hanyalah Garuda, tapiii, saat itu harga tiketnya untuk Jakarta-Seoul PP (pulang-pergi) sama dengan opsi yang akhirnya aku pilih. Pilihan saat itu ya harus transit, bisa pakai Eva Air (transit di Taipei), Thai Airways, Malaysian Airlines (ada kelas tiket yang tidak 30 kg), Singapore Airlines, dan Royal Brunei.

Setelah melihat yang paling murah, jatuh kepada Thai Airways untuk Jakarta – Seoul PP. Ini menjadi pengalaman pertama juga untuk mencicipi naik Thai Airways, maskapai internasional ke-6 yang pernah kunaiki. Karena aku berangkat dari Jogja, aku pilih AirAsia untuk ke Jakarta, salah satu maskapai favoritku. Dengan harga terjangkau udah bisa dapat beli makan (in flight meal) plus bisa nambah bagasi sampai 30 kg (di rute domestik) dengan biaya murah. Total sekitar 7,45 juta udah dapat PP ke Korea start dari Jogja! (Thai Airways sekitar 5,9 jutaan + AirAsia 1,4 jutaan). Harga tiket maskapai lain saat itu (untuk kelas paling rendah) rata-rata 6-8 jutaan untuk Jakarta – Seoul PP (belum dari Jogja!). 

Kalau lagi beruntung, bisa banget dapat 5-6 jutaan udah PP dari Jogja, pakai Singapore Airlines (SQ)! Transit cuma 1x di Singapura, dari JOG ke SIN pakai Silk Air (anaknya SQ), tanpa ke Jakarta. Tapi sayangnya saat itu lagi nggak ada yang sesuai budget. Ku bukan frequent flyer sih jadi nggak bisa tuker poin miles wkwk.


Meal di AirAsia, Jogja - Jakarta.

Kenapa nggak naik AirAsia sampai Seoul aja? Hmm ini menurut pendapatku yaa.. Aku pilih maskapai full service karena udah termasuk in flight meal, bagasi 30 kg, di pesawat ada in flight entertainment, serta jarak antarkursi yang lega. Ada bantal dan selimut pula. Mungkin kalau naik AA bisa murah, KALAU kita nggak beli bagasi, nggak beli makan. AA tidak menyediakan free bagasi untuk rute internasional, berbeda dengan rute domestik, AA menyediakan bagasi 15 kg. Nanti jatuh (harga)nya SAMA SAJA, jadi aku pilih maskapai full service. Buat aku, flight dengan waktu lebih dari tiga jam dengan seat pitch sempit itu nggak nyaman :(

Naik Thai Airways, pastinya transit di Bangkok. Ada beberapa pilihan durasi untuk transit. Saat itu, aku pilih durasi transit yang cukup lama, tapi sayangnya ada transit tambahan di Taipei, Taiwan. Keterangan di websitenya sih ada technical stop/isi bahan bakar. Ada yang tanpa transit tambahan, tapi pilihannya hanya satu yaitu 1 jam. Satu jam aja?? Mau pilih itu tapi khawatir nggak kesampaian ke flight selanjutnya. Pengalaman pernah transit selama 2 jam juga pakai lari-lari. Satu jam itu sebentar banget, belum lagi nanti kalau ada delay, di sana bingung ke gate-nya yang mana, bandaranya luasss pula. Sebenernya ini satu kode booking, jadi mungkin meski nanti ketinggalan flight, (katanya) pihak maskapai akan bertanggung jawab. Tapi aku cari aman aja.

Kegiatanku di Korea, mulai pada Senin, 28 Oktober 2019. Aku berangkat dari Jogja, Sabtu, 26 Oktober jam 12-an siang, sampai di Jakarta sekitar jam 1 siang.

Thai Airways Boeing 787-8
Di dalam Thai Airways Boeing 787-8
Meal pertama di Thai Airways. Order Muslim meal sewaktu booking tiket. Katanya sih setiap flight yang dari Jakarta menunya pasti halal. Karena aku nanti ada flight yang berangkat dari Bangkok dan Taipei, khawatir tidak halal, aku memesan Muslim meal. Bedanya apa sih sama meal normal yang disediakan? Beda ya jelas, jika kita order Muslim meal, maka dipastikan halal. Ada juga opsi jenis meal lain, yang mungkin penumpang-penumpang memerlukan diet khusus seperti, vegetarian, vegan, Hindu meal, Buddhist meal, Kosher meal, dan masih banyak lainnya. Enaknya pesan menu 'khusus', nanti saat di pesawat, pramugari akan menandai kita, lalu ketika waktunya makan, kita akan diberikan duluan. Yeay.
Tiba di Jakarta (CGK) di terminal 2F, lalu pindah ke terminal 3 untuk cek in kembali. Saat cek in, aku mendapatkan 2 tiket langsung, untuk Jakarta-Bangkok dan Bangkok-Seoul. Flight selanjutnya ke Bangkok berangkat jam 19.00, sampai di sana jam 22.30. Benar saja, sampai di Bangkok (Bandara Suvarnabhumi), awalnya aku pikir, karena sudah malam sehingga bakal sepi. Ternyataa tak kuduga, banyak sekali penumpang yang turun untuk transit. Bukan hanya transit untuk ke Korea, tapi flight ke berbagai negara selanjutnya. 

Jadi antri bgt waktu mau lewat security check untuk masuk ke gate departure. Agak lega karena aku tidak jadi memilih tiket yang transitnya 1 jam. Bisa ngos-ngosan lari-lari wkwk. Ada beberapa staff bandara yang teriak-teriak untuk memanggil penumpang dengan connecting flight ke Seoul. Wah tanggung jawab banget maskapai-nya, mungkin karena waktu transit singkat, pikirku saat itu (mungkin) akan diprioritaskan saat antri di security check (tapi tetap saja lari-lari :p) Tapi saat itu aku tidak melihat penumpang yang dipanggil-panggil. Semoga mereka tidak ketinggalan :’)

Kalau tidak salah, saat itu, keluar dari pesawat, lalu seingatku tulisannya aku sedang berada di lantai 3. Aku ikut antri security check untuk masuk ke gate departure (seingatku naik ke lantai 4), lalu aku mencari informasi keberadaan mushola, mau numpang sholat dan tidur hehe.. Ternyata musholanya ada di lantai 3 tadiii, dekat di tempat sebelum masuk ke security check, huhu balik lagi deh. Udah capek2 dan lamaa antri security check tapi balik turun ke bawah lagi. Nggak apa-apa sih, biar jadi tau.

Tempatku tidur di prayer room. Gambar kiri, waktu berangkat ke Korea. Gambar kanan, waktu pulang. Sama-sama transit melewati waktu tengah malam. Ohya di itu di depan kursi-kursi ada tempat wudhu. Mungkin disediakan kursi untuk memudahkan wudhu bagi penumpang lansia.

Alhamdulillah yah di negara minoritas Muslim ini, di Bandara ada prayer room. Suvarnabhumi Airport (BKK) punya 2 prayer room, satu di east wing, satu di west wing. Jarak antar keduanya sekitar 1 km. Jauh yaa.. Sepertinya saat aku ke Bangkok beberapa tahun lalu, di bandara yang satunya, yaitu Don Mueang (DMK) aku tidak melihat adanya petunjuk keberadaan prayer room.

Jam menunjukkan hampir jam 12 malam, aku ngantuk sekali. Aku pasang alarm agar tidak telat bangun. Untung flight selanjutnya tidak terlalu pagi, jam 7.25. Masih ada waktu banyak untuk bersiap-siap selepas shubuh. Tapi sayangnya nggak bisa mandi :( musti ke lounge berbayar dulu untuk bisa mandi wkwk, siapa yang mau bayarin :p Setidaknya masih bisa ganti pakaian, cuci muka, dan sikat gigi. Alhamdulillah bisa tidur cukup nyenyak selama + 4 jam. Saat shubuh tiba, ada orang yang mengumandangkan adzan, entah itu staff atau penumpang, aku tidak tau karena tidak melihatnya.

Selama transit nggak jajan sih, karena transit di waktu tidur jadi nggak laper. Udah bawa dollar dan baht cash juga. Masih ada snack juga dari Jogja wkwk. Masih bisa nggak makan berat sampai flight selanjutnya, toh nanti di pesawat dapat makan.


Sebelumnya aku pernah browsing, lalu menemukan cerita orang saat transit di sini. Katanya, prayer room di sini dingin bgt. Waktu aku masuk ke dalam, belum terasa dingin. Mungkin karena baru jalan-jalan dan angkat barang bawaan. Benar, lama-lama terasa dingin bangettt. Sebelum ini juga, aku sempat berpikiran, gimana ya kalo nanti waktu tidur diusir? Wkwk. Gimana nanti jagain barang saat aku tidur? 

Saat aku 'nginap' di prayer room ini, baik saat berangkat maupun pulang, hanya aku sendiri di tempat sholat wanita. Tempatnya itu seperti ruang kecil bersekat tersendiri, dan sudah ada tempat wudhu di dalamnya. Jadi bebas dari yang laki-laki. Kalau tidak salah saat itu ada 1 atau 2 penumpang laki-laki timur tengah yang lagi 'nginap' juga. Aku tidak melihatnya sih, hanya mendengar suaranya, karena kan masih dalam satu ruang prayer room.


Semua barang aku letakkan di sekitarku, termasuk sepatuku kubawa di dekatku, tidak kuletakkan di dekat pintu prayer room (aku bungkus tas plastik yang kubawa sendiri). Jaketku dijadikan bantal. Waktu berangkat, itu pertama kalinya aku 'stay' di prayer room ini, ada 1 atau 2 staff laki-laki yang masuk ke tempat jamaah wanita untuk reparasi (entah apa, aku lupa). Cukup mengganggu tidurku saat itu karena berisik. Aku kira mereka bakal mengusirku, tapi untungnya tidak. Nggak apa-apa berisik, daripada tidur di luar wkwk. Mungkin mereka bilang "maaf, permisi ya", tapi aku tidak tau karena mereka pakai bahasa Thai :(

Waktu pulangnya, menjelang shubuh ada staff wanita yang masuk lalu numpang tidur juga. Ya, dia Muslim. Dia masuk lalu shalat shubuh dan tidur. Sepertinya baru masuk shift malam.

Alhamdulillah, selama menginap di sini, barang bawaan aman. Ohya, karena tiketku connecting flight, jadi bawaan yang sudah masuk checked baggage sudah otomatis ditransfer, nanti diambil ketika tiba di Korea.






Suatu pagi di Suvarnabhumi International Airport (BKK). Bersama Thai Airways Boieng 777-300.
Lanjut naik pesawat lagi ke Seoul. Eh ke Taipei dulu.

Meal kedua di Thai Airways.
Waktu di Taipei, ternyata ada penumpang yang bertujuan turun di Taipei, tidak hanya transit. Semua penumpang harus keluar dahulu dari pesawat termasuk barang-barangnya, walau hanya transit. Mungkin akan dibersihkan dan dirapikan dahulu karena akan ada penumpang baru yang masuk. Fyi, kami tidak berganti pesawat. Syukur transitnya tidak ribet :D hanya keluar gate lalu masuk lagi ke gate yang sama. Tapi tetap lewat security check. Waktu sampai di Bandara Taoyuan, Taipei, ada staff yang memberikan penunjuk arah untuk kembali ke gate yang tadi bagi yang transit. Biar nggak kesasar. Transit di Taipei hanya 1 jam. Lanjut terbang kembali ke Seoul.

Meal ketiga di Thai Airways. Harusnya sih cuma dapat meal 2x. Karena ada transit tambahan, jadi dapat 3x.
Yeay akhirnya sampai di Bandara Incheon! Sampai di sana sekitar pukul setengah 5 sore (waktu di Korea 2 jam lebih cepat dari Bangkok/Jakarta). Cukup melelahkan perjalanan ini. Saat sampai di Bandara Incheon ada kejutan yang aku dapatkan. Apakah itu? Lanjut di part 3 ya gengs~


Foto suasana kota Seoul yang aku ambil pertama kali :)