Friday, September 7, 2018

Ketinggalan Pesawat!?


Ini cerita perjalananku saat mau ke sebuah kota kecil di negara yang terkenal akan sakura-nya. Kota yang sebelumnya belum pernah aku dengar. Berbeda seperti Tokyo, Osaka, Sapporo, dan Fukuoka yang sering kita dengar. Kota yang membuat aku jatuh cinta sejak pandangan pertama. Saat pertama aku menginjakkan kaki di kota itu, adem rasanya melihat di sekeliling banyak pepohonan, pegunungan, jauh dari hiruk pikuk keramaian, meski saat itu cuaca sangaaat panas karena sedang summer.

Tempat itu bernama Kochi. Yap, Kochi Prefecture. Mungkin di Jepang, istilah “prefecture” itu semacam provinsi... Sebenarnya saat pertama menginjakkan kaki bukan di Kochi City, tapi di Nankoku City, tempat di mana Kochi Ryoma Airport berada. Ini bukan bandara internasional sehingga saat dari Indonesia aku tidak langsung ke sini melainkan ke Tokyo (Haneda Airport) dahulu, yang ada imigrasinya.

Foto Kochi Ryoma Airport



Aku pun berangkat dari Jogja. Jadi aku perlu 3 penerbangan untuk sampai ke Kochi. Dari Jogja – Jakarta, Jakarta – Tokyo, Tokyo – Kochi. Aku menggunakan pesawat ANA (All Nippon Airways). Saat dari Jogja tidak ada pesawat ANA sehingga connecting flight yang ada yaitu dengan Garuda Indonesia. Alasan kenapa aku naik ANA, karena memang tinggal “manut” saja—udah dibeliin. Berapa harga tiketnya? Hehe. Kalau nggak salah, di booking information tiket Jogja-Kochi PP sekitar hampir JPY 125.000 (silakan dirupiahkan sendiri). Maskapai ini menyediakan bagasi 2 x 23 kg, sangat lebih dari cukup! Bahkan termasuk dari yang Jogja ke Jakarta (menggunakan Garuda). Enaknya connecting flight itu nggak perlu repot-repot mindahin bagasi. Saat dari Jogja sampai di Jakarta untuk lanjut ke Tokyo, aku nggak perlu mindah bagasi. Tapiii, tetep aku harus mindahin bagasi saat sampai di Tokyo untuk meneruskan ke Kochi untuk keperluan custom di imigrasi (kali aja aku bawa barang yang aneh-aneh dari Indonesia untuk diselundupkan ke Jepang wkwk, nggak lah).

Flight dari Jogja ke Jakarta hingga Tokyo aman-aman saja. Nggak ada delay atau apa, dan sampai di sana tepat waktu. Perjalanan ke Tokyo dari Jakarta sekitar tujuh setengah jam. Waktu transit di Tokyo sekitar 4 jam. Aku tiba di Tokyo pukul 6.50 pagi, flight selanjutnya ke Kochi pukul 11.25.

Sembari menunggu waktu transit aku sudah berencana untuk bertemu temanku, orang Jepang yang sudah kukenal sejak 2 tahun lalu. Sebut saja namanya Ayana. Saat itu aku baru bertemu dia pukul 8.00 karena kereta yang dia naiki untuk menuju bandara ada masalah. Dia berencana mengajakku ke salah satu tempat yang cukup terkenal yaitu Asakusa.

Nah, salah satu hal penting yang diperlukan di LN yaitu simcard untuk internet. Sebelum ke Asakusa, aku meminta Ayana untuk membantuku membeli simcard, sebagai penerjemah, hehe. Saat mampir di toko-toko dalam bandara, hanya sedikit toko yang menyediakan simcard dan itu pun mahal-mahaal (bagiku) :( akhirnya kami memutuskan untuk beli yang ‘paling murah’. Hampir 300rb untuk 1,5 GB aja… Nah, pegawai di toko itu tidak menyedikan jasa ‘masang/nge-setting simcard’. Kami harus ‘masang’ sendiri. Sudah beberapa kali di coba di hpku, nggak bisa-bisa, Ayana pun nggak tau cara settingnya. Rupanya di Jepang, simcard untuk orang lokal sedikit berbeda. Bukan kayak yang lepas-pasang gonta-ganti kartu, jadi dia ikut bingung untuk ngesetting simcardku (simcard untuk turis asing). Akhirnya simcardku kucoba di hp temanku (aku berdua bersama temanku ke Jepang). Untung waktu itu memang sengaja beli 1 dulu buat trial and error. Akhirnya simcard itu bisa tersetting di hp temanku. Hp kami berdua beda brand dan opsi setting di hpku nampak beda dengan hp temanku, hal ini yang membuatku bingung.

Tinggal hpku aja nih yang masih perlu simcard. Kenapa kok nggak beli di Kochi aja? Soalnya, di Kochi bukan tempat yang sepopuler kota lain untuk turis asing, jadi khawatir kalau nggak bisa dapat simcard di sana. Waktu menunjukkan pukul 9.00, sudah sejam kami ‘riweuh’ sendiri untuk masang simcard. Ayana bingung, mau jadi ke Asakusa atau nggak. Waktu transit semakin terbatas. Dia pun nggak yakin kalau di Asakusa bisa menemukan simcard yang cocok. Akhirnya kami memutuskan untuk ikut Ayana, ia search google maps di mana toko gadget terdekat. Ayana belum familiar daerah sekitar Haneda Airport karena dia jarang bepergian di sekitar situ.

Kami naik kereta, jalan kaki cukup jauh untuk sampai di toko itu. Saat di toko, simcard yang kami temukan ternyata sama saja seperti yang ada di bandara. Dengan kuota dan harga yang sama! Namun bedanya, di sini ada staff yang bisa membantu masang simcard. Waktu menunjukkan pukul 10 lebih. Flight selanjutnya pukul 11.25 dan kami harus boarding mulai pukul 11.00.

Fix, kami nggak jadi ke Asakusa. Kami masih punya cukup waktu untuk kembali ke bandara penerbangan domestik tepat waktu. Kami lari-lari untuk mencapai stasiun kembali, untuk ke bandara. Waktu sudah pukul 10.30 lebih. Kami ketar-ketir apakah flight selanjutnya bisa terkejar.

Dag dig dug… Dag dig dug…

Dan ternyata kami SALAH NAIK KERETA! Kami naik kereta ke arah lawan menuju bandara. Waduh :(( Fix ini bakal ketinggalan pesawat karena harus putar balik arah, berhenti di stasiun dan nunggu kereta lagi. Ayana meminta maaf karena dia nggak tau kalau tadi kereta arah lawan. Aku nggak bisa menyalahkan dia karena aku pun juga nggak ngerti apa-apa. Aku meminta dia untuk menghubungi bandara agar menyediakan buggy untuk aku dan temanku menuju ke gate. Ternyata hasilnya Nol. Nggak ada informasi tentang ketersediaan buggy.

Akhirnya sampai di security check bandara pukul 11.05 atau 11.10 (aku lupa, saking hecticnyaaa). Nggak sempat lagi berfoto dengan Ayana. Hanya ucapan “hati-hati” dan “perpisahan”. Aku meminta petugas untuk barang-barangku dicek duluan tetapi mereka tetap mengecek menurut antrian. Jepang tetaplah Jepang, mau ketinggalan pesawat atau enggak tetep harus antri. Untungnya bagasi-bagasi sudah dicheck in sebelum kami mencari simcard.

Saat liat denah gate yang ada, gate kami terletak hampir di ujung! Aku lari-lari sambil teriak “Excuse meee, it’s my last call” supaya orang-orang mau minggir memberiku jalan, sampai mau pingsan rasanya! Cari buggy juga nggak ada! Sedih banget :(( Ini kok nggak sampai sampai ke gate-nya. Dari tadi sekian puluh meter lagi, sekian ratus meter lagi. Aku udah pasrah seandainya ketinggalan pesawat. Sepanjang jalan, dari saat di kereta aku udah ‘pasrah’ apapun yang terjadi nanti. Aku hanya bisa berdoa, ya Allah, berilah yang terbaik, bila memang ini belum rezeki (ketinggalan pesawat) maka kuatkan aku, permudah mencari tiket lain. Di sepanjang jalan dan lari-lari, aku memikirkan plan A sampai Z apabila nanti ketinggalan. Sekian menit yang singkat itu, aku pun hanya bisa berdoa dan berdzikir, hanya meminta pertolongan-Nya. Sedikit berharap pesawat di-delay atau apapun biar nggak ketinggalan. Akhirnya aku sampai di depan gate pesawat-ku. Aku udah mikir kalau ‘belalai’ untuk menuju dalam pesawat (apasih namanya, aku sebut itu belalai wkwk) udah nggak tersedia karena pesawat udah menjauh dari gate dan persiapan untuk take off. Ternyata pesawat masih ‘menunggu’ kami, Alhamdulillah! Sampai di depan gate tepat pukul 11.20 yang itu artinya pukul 11.25 gate closed! Aku sampai di gate 5 menit sebelum gate closed! Aku masuk ke pesawat dengan kondisi lemas, keringetan, suara udah mau hilang.

Dihitung-hitung sepertinya jarak dari security check ke gate sekitar 1 kilometer atau lebih. Jarak sejauh itu aku tempuh dengan berlari 10-15 menit. Pantas aja bikin mau pingsan :((

Hikmah dari kejadian ini yaitu, selimit apapun waktu, ketika mengalami kesusahan, ingat Allah. Walaupun kesannya ‘sepele’ untuk berdoa/minta sama Allah tapi kepada siapa lagi meminta pertolongan, apalagi itu masalah ‘waktu’, yang manusia nggak bisa mengubahnya, selain meminta pertolongan kepada Allah. Alhamdulillah, Allah masih sayang kepada kami… Kami masih bisa meneruskan perjalan ke Kochi dengan selamat :’)
                                                                                                                           

No comments:

Post a Comment