Friday, July 27, 2018

Ke China Lagi?

Aku selalu punya rencana untuk mengisi liburanku dengan hal-hal yang berfaedah, misalnya internship baik di dalam maupun luar negeri. Mengingat selama kuliah S1 mostly yang aku dapatkan teori aja, sedikit praktik. Kali ini adalah liburan “semester terakhir”. Yap, semester 8.
source: history.com

Waktu itu 'nggak sengaja' nemu info di grup angkatan bahwa Charoen Pokphand  Indonesia menawarkan beasiswa internship plus reward tour ke China dengan nama program Charoen Pokphand Best Student Appreciation (CPBSA) Batch II. Ternyata saat Bacth I universitas ku belum masuk list untuk bisa mendaftar program itu, baru 4 universitas se-Indonesia dan hanya untuk mahasiswa peternakan, kalau nggak salah. Sekarang program ini dibuka untuk mahasiswa kedokteran hewan dan peternakan di + 10 universitas *cmiiw.

Wah kesempatan bagus nih, selama ini aku belum pernah internship di bidang perunggasan dan aku memang lagi butuh banget ilmu tentang dunia perunggasan mengingat 70% profesi kedokteran hewan Indonesia ada di bidang perunggasan. Sebelum-sebelumnya aku selalu internship di pet animal dan hewan ternak besar. Karena aku “masih banyak pilihan” untuk memutuskan nanti pasca lulus dokter hewan mau fokus di bidang apa. Apapun bidang yang akan kujalani nanti, aku berharap, aku bisa berkontribusi yang terbaik sehingga aku harus mempersiapkan diriku dengan "bekal yang cukup". Saat kulihat syarat-syaratnya, hmm aku berpikir, "apa aku bisa ya? Kayaknya aku nggak memenuhi semua itu". Seperti pada cerita yang pernah aku post, aku yakin sama kalimat ini “Kita nggak akan pernah tau sampai seberapa batas kemampuan kita sampai kita mencobanya!

Aku juga berpikir, kayaknya teman sekampus ga ada yang minat buat apply2 semacam ini—I don’t know why until now!—it means memperbesar peluangku kakaaa😅. Benar saja, hanya sedikit yang daftar dari kampusku.

Oke deh akhirnya aku coba. Aku merasa tidak terlalu memenuhi semua syarat yang diberikan, tapi aku yakin akan mencobanya! Berbekal pengalaman yang pernah aku peroleh, aku berpikir keras bagaimana membuat me with ‘my own privilege’ untuk bisa lolos.  Serta minta doa restu orang tua pastinya (dari awal sebelum seleksi—bahkan pas baru liat pengumumannya, hingga melewati tahap seleksi selanjutnya).

Satu hal yang berbeda dari syarat seleksi batch sebelumnya dan aku interest yaitu persyaratan membuat video WHY ME—kenapa saya pantas untuk menjadi peserta program itu. Aku suka edit video tapi ada hal yang cukup bikin ‘pusing’ yaitu memikirkan konten. Aku harus all out dalam membuat video, nggak boleh asal-asalan.

Salah satu persyaratannya yaitu memiliki kemampuan bahasa Inggris dengan baik. Nah, justru dengan adanya ‘disuruh’ bikin video ini, sekalian aja ngomong pakai bahasa Inggris buat membuktikan kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki. Kalo nggak gitu, gimana caranya membuktikan kemampuan bahasa Inggris kalau nggak ada “real act”—pikirku begitu, wkwk *mungkin persepsi tiap orang beda-beda.

Syarat yang lain “Berkepribadian terbuka, percaya diri, menghargai perbedaan, kreatif….dst”. Aku punya ide untuk membuat video testimoni tentang diri ini dari kerabat dekat, kemudian video-video itu di-mix jadi satu. Tapiii, aku berpikir lagi kalau hal itu udah mainstream. Di situ aku ingat kalau aku punya banyak teman dari luar negeri. Yap! Aku meminta mereka untuk membuat video berdurasi pendek yang berisi dukungan untukku dalam mengikuti program ini. Aku cuma meminta video berdurasi 8-10 detik. Kenapa? Kalau terlalu lama, aku pikir hal itu akan jadi membosankan😕. So, hanya ada 1 video lama yang aku request ke temanku dengan skenario tertentu, ehehe… Mungkin dari ide ini juga bisa menampilkan kemampuan intrapersonal dan interpesonal *kalo kata salah seorang teman sih...* karena secara nggak langsung, aku bisa berinteraksi dan punya hubungan baik dengan mereka (teman-teman di luar negeri). Videoku bisa dilihat di sini ðŸ˜„

Beberapa minggu kemudian ada pengumuman bahwa aku lolos. Eits, ternyata masih ada tahap seleksi selanjutnya which is nggak dikasih tau dari awal—poster yang diberikan kalau ternyata masih berlanjut…. Seleksinya berupa psikotes dan interview yang itu semacam orang mau melamar kerja.

ALHAMDULILLAH sampai tahap akhir diumumkan, aku lolos! YA RABB, tiada nikmat yang bisa kudustakan :’)


Sebenarnya saat aku daftar program ini, aku juga lagi proses apply program lain. Aku nggak tau kenapa, menjelang libur semester ini lagi banyak banget chance yang berdatangan/ditawarkan—yang aku interest buat ikuut huhu, alhamdulillah yang aku tunggu-tunggu dari dulu datang juga—jadiii, yaudah deh aku daftar semua, karena aku nggak tau mana yang bakal lolos.

Di sisi lain ternyata aku juga lolos program di negeri tetangga yang tanggalnya ‘bertabrakan’ (nyempil di tengah-tengah) dengan serangkaian tanggal program CPBSA. Oleh karena—ternyata—seleksi program2 tersebut beriringan. Aku sudah dapat tiket PP, mengurus visa negeri tetangga, dokumen2 untuk presentasi, dan lainnya juga sudah siap. Suatu ketika saat mau mengurus program CPBSA, ternyata aku nggak bisa izin dari programnya dalam jangka waktu yang lama. Belum lagi nanti ditambah izin untuk mengurus wisuda dan koass (I won't delay my coass stage due to scholarship requirement). Waduh bingung banget nih kalau suruh milih yang mana. Dari selama seleksi keduanya aku juga sudah ‘khawatir’, ya Allah bagaimana ini, apakah aku bisa melewati keduanya? Aku percaya bahwa Engkau pasti akan memberiku yang terbaik, ya Rabb…

Yap, akhirnya aku memutuskan melepas CBPSA, karena banyaaak pertimbangan. Aku sudah fix menjadi peserta program di negeri tetangga, tiket gratis dari penyelenggara sudah di tangan, visa sudah jadi, nggak bakal bisa membatalkan yang ini—karena tidak mungkin menghadap head of OIA untuk mengundurkan diri a.k.a ribet ngurus penggantian delegasi. Selain itu masih harus ngurus wisuda, koass, which is harus bolak-balik tempat internship-Jogja (feeling-ku nggak ditempatkan internship di Jogja).

Ada rasa sedih dan ‘gelo’ dariku, keluarga, dan teman-teman yang senantiasa mendoakan dan mendukungku, itu wajar. Tapi aku percaya sama Allah bahwa rezeki nggak akan tertukar. Kali ini belum menjadi rezekiku. Mungkin diingatkan juga olehNya biar nggak rakus... Hmm, dua kali nggak jadi ke China, hehe (ceritaku yang sebelumnya ada di link ini). Mungkin suatu saat nanti. Percaya sama Allah, berserah diri sama Allah. InsyaaAllah, ketika rezeki itu datang atau pergi, kita akan merasa 'biasa', semua itu hanya titipan. Karena rezeki nggak akan tertukar, kan?

Monday, July 9, 2018

Pengalaman Membuat Visa Jepang dengan Mudah (Juli 2018)

Selasa, 3 juli 2018.


Kali ini aku membuat visa untuk short program yang dimulai pada 4 Agustus 2018. Pembuatan visaku dilakukan mandiri (alias tanpa agen) di JVAC atau Japan Visa Application Center yang beralamat di 4F-33 Unit, 4th Floor, Lotte Shopping Avenue (Ciputra World 1), Jalan Prof. Dr. Satrio Kav 3&5 Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta. Cek di website yaa untuk mengetahui wilayah yurisdiksi sebelum membuat visa.

Sumber: http://www.id.emb-japan.go.jp/visa.html (20 september 2018)
Setelah bertanya dengan pihak JVAC via email, aku memutuskan untuk membuat jenis Visa Kunjungan Bisnis Sementara. Aku buat visa ini bersama 1 orang temanku yang sama-sama akan mengikuti short program. Kenapa bukan visa turis? Karena kami sudah mendapat dokumen pendukung asli yang dikirimkan langsung dari pihak penyelenggara (pihak Jepang) seperti invitation letter, letter of guarantee. Sehingga aku nggak perlu menyerahkan rekening koran (yang sebenarnya juga aku bawa, rekening koran 3 bulan terakhir).


Dokumen yang diperlukan bisa dilihat di sini (kotak yang diarsir hitam artinya tidak diperlukan).



Sebaiknya buat temu janji sebelum datang untuk memudahkan kita (karena di sana tertulis bahwa diprioritaskan untuk yang buat temu janji dahulu). Buat user baru dulu yaa…



Aku memilih jam temu janji pada pukul 9.30. Tiap-tiap pilihan waktu berjeda 10 menit. Jam yang paling awal 9.10, 9.20, 9.30, 9.40, dst sampai jam 16.00 lebih kalau nggak salah (kayaknya sampai hampir jam 5 sore). Jadi bebas deh bisa pilih pagi, siang, atau sore. Pada pembuatan 1 temu janji bisa memuat applicant list hingga 5 orang.


Aku pilih jam itu karena biar nggak terlalu pagi. Dalam surat temu janji (otomatis masuk ke email setelah konfirmasi) diberitahukan untuk datang 15 menit sebelum jam janjian. Saat itu aku hampir terjebak macet (sebenernya aku yang salah karena baru cuss dari rumah di Jakarta Pusat jam 8.30. Tibalah di depan Lotte Avenue jam 9.15 lalu buru-buru lari ke lantai 4, sampai di depan JVAC jam 9.20 lebih.


Saat itu aku datang bersama adikku karena di website tertera bahwa tidak boleh membawa tas dsb dan tidak disediakan tempat penitipan barang, sehingga untuk berjaga2 misalkan sampai sana memang nggak boleh membawa barang-barang tersebut, akan kutitipkan ke adikku. Ternyata saat mau masuk, satpam mengecek isi tasku (tote bag) dan tas temanku (tas punggung ukuran medium) dan kami diperbolehkan masuk dengan membawa tas tersebut.


Kemudian kami menuju ibu2 satpam untuk konfirmasi kehadiran kami, dan satpam tersebut menceklist nama kami yang tertera di daftar temu janji. Kami dipersilakan masuk dan diberi nomor antrian. Sebelum masuk diberi tahu untuk hp disilent, tidak mengambil foto, mengangkat telepon, namun diperbolehkan chatting.

Kami masuk sekitar jam 9.30 dan selesai jam 9.50. Cukup cepat bukan?


Saat di loket, aku menyerahkan berkas2 yang sudah kuurutkan. Hampir tiap berkas aku serahkan “dobel” untuk berjaga-jaga karena aku nggak tau berkas mana yang seharusnya diserahkan.

Misalnya untuk invitation letter ada 3 jenis yang kudapat (berkas asli yang dikirim dari pihak Jepang) yaitu 1. berbahasa Inggris, 2. berbahasa Jepang, dan 3. invitation letter yang sesuai format di http://www.vfsglobal.com/japan/indonesia/pdf/Invitation-Letter-JP.PDF . Pada awalnya aku mengira bahwa invitation letter itu harus sesuai format yang di web, ternyata kalo nggak, ngga apa2. Waktu itu sih aku serahkan semua invitation letternya.


Hampir tiap berkas juga aku fotokopi masing-masing 1 copy. Ternyata staffnya hanya mengambil yang asli. Kami berdua hanya mendapat 1 lembar ASLI per berkas, sehingga untuk temanku, dia menyerahkan berkas fotokopian (ini untuk kasus kalo applicant lebih dari 1 orang yaa, berkas yang asli 1 aja ngga apa2).


Berkas ASLI dari Jepang yang diperlukan dalam aplikasi visa kami:

  • Invitation letter (ada nama kami berdua)
  • Letter of guarantee (hanya namaku)
  • Applicant list (ada nama kami berdua), untuk ini tidak ada di list syarat visa, namun aku serahkan saja dan staffnya juga meminta ini, karena di letter of guarantee hanya ada 1 nama.
  • Employment certificate (berbahasa Jepang) dari pihak Jepang. Untuk ini sebenarnya juga tidak ada di syarat visa, dan aku tunjukkan ke staffnya, dan dia bilang kalo ini “profil kampus” (mungkin sebagai pengganti “company profile”, dan aku serahkan saja). Dari pihak aku sendiri juga menyerahkan “employment certificate” namun karena aku masih kuliah, aku menyerahkan surat keterangan belajar dari kampus (berbahasa Inggris).

Sedangkan berkas ASLI yang aku siapkan:

  • Visa application form
  • Itinerary (diketik boleh, punyaku waktu itu tulis tangan, dan diberi tanda tangan)
  • Surat keterangan mahasiswa S1 aktif (berbahasa Inggris). Kami meminta kampus untuk membuatnya dalam bahasa inggris. Untuk surat ini HARUS ada kata “undergraduate/S1” yaa (Untuk mahasiswa S1 bisa gratis!) Kalo nggak, nanti nggak bisa gratis. Suratku dan temanku berbeda karena kami beda fakultas dan punya dia nggak ada kata “undergraduate”. Jadilah dia membayar biaya single entry visa 360rb. Masing-masing dari kami tetap membayar biaya jasa pembuatan visa sebesar 165rb. Aku juga menyerahkan fotokopi kartu mahasiswa.
  • Employment certificate, karena kami masih kuliah, saat kami bertanya melalui email, staff mengatakan bahwa bisa diganti dengan surat keterangan belajar. Aku meminta kampus untuk membuatkan surat ini (certificate of study) berbahasa Inggris.

Setelah pengecekan semua berkas selesai, kami diberi nomor antrian yang tadi kembali untuk mengantri membayar di loket kasir. Katanya sih mulai saat itu (saat kami datang) udah bisa pake kartu debit, jadi bisa nggak pakai uang cash.

Struk pembayaran diserahkan ke kami untuk mengambil paspor (5 hari kerja). Aku datang pada hari Selasa, sehingga paspor bisa kuambil Senin depan.


Tadaaaa visa sudah di tangan~