Sunday, January 5, 2020

Vet Internship Part 3 – Claim Bagasi Rusak – Cerita Kos-kosan dan Kehidupan di Korea

Seperti pada cerita sebelumnya, ada kejutan yang menghampiriku saat tiba di Bandara Incheon. Alhamdulillah aku melewati imigrasi dengan lancar. Petugasnya pun baik. Aku menuju ke baggage claim. Cukup lama menunggu koperku keluar. Aku membawa 2 koper dengan ukuran sekitar 24 inch, warna ungu dan biru. Saat aku mengamati satu per satu koper yang berkeliling di conveyor belt, kok koper unguku diletakkan dalam kotak? Deg! Ada yang nggak beres. Saat aku tarik, ternyata ada bagian yang retak dan rusak, serta ada salah satu roda yang hampir lepas karena keretakan di atasnya. Untungnya belum lepas, tapi hampir. Padahal koper unguku secara kualitas lebih baik dari yang biru. Koper yang sudah menemaniku traveling ke berbagai tempat :’)

Koperku saat ku cek in di Bandara Soekarno Hatta. 

Sepertinya koperku saat di pesawat berada di bagian yang terkena panas sehingga menjadi tipis dan rapuh. Ottokkee T_T Ingin menangis saat itu, tetapi aku berusaha tenang. Aku pernah membaca cerita seseorang ketika mengalami kerusakan bagasi lalu dia claim kerusakan ke maskapai dan akhirnya diganti. Sebelum kita berangkat, sebaiknya kita foto koper/barang apapun yang akan dimasukkan sebagai checked baggage. Difoto dari berbagai sisi untuk memastikan kondisinya sebelum berangkat. Saat itu aku foto sih, tapi nggak semua sisi.


Aku nggak langsung keluar bandara tetapi harus ku selesaikan urusan bagasiku yang rusak. Aku melangkah menuju bagian informasi untuk menanyakan ke mana aku bisa claim hal itu. Sempat bingung saat itu aku harus ke mana. Aku tidak bisa bahasa Korea sama sekali dan terkadang tidak paham bahasa Inggris logat Korea mereka, ini membuatku merasa sedikit terkendala. Staff bagian informasi menyuruhku ke bagian kantor maskapai. Dia menunjukkan ada di lantai 2. Di situ ada beberapa pintu dengan logo berbagai maskapai. Akhirnya ku menemukan milik Thai Airways. Aku ketuk pintunya. Sepi sekali saat itu di sekitar situ. Agak deg-degan wkwk. Khawatir nggak dibukain pintu.

Koper unguku yang rusak :(

Akhirnya pintu dibuka, lalu ada staff di sana kebingungan, siapa aku? Wkwk. Lalu aku jelaskan permasalahannya. Aku disuruh lagi ke lantai 1 untuk bertemu seseorang (seperti security), aku tidak terlalu paham orang tersebut menjabat di bagian apa. Sepertinya staff pada bagian untuk nge-claim lost and found. Orang tersebut ada di bagian dekat pintu keluar yang setelah melakukan pengambilan bagasi. Aku jelaskan kembali masalah yang aku alami ke orang tersebut. Lalu dia memberikanku formulir pengaduan lost and found.

Formulir lost and found & damaged baggage. 

Aku juga ditanya, berapa hari aku stay di Korea. Karena durasi tinggalku cukup lama, koper akan dikirimkan ke alamatku di Korea. Saat itu aku tidak diminta untuk memperlihatkan foto bagasiku sebelum berangkat. Tapi buat jaga-jaga aja, setiap mau naik pesawat, harus difoto ya! Aku diberikan katalog berisi gambar koper dengan berbagai jenis dan ukuran. Masyaa Allah, nikmat mana lagi yang dapat aku dustakan. Bingung mau pilih yang mana, semua bagus-bagus, semuanya beroda empat. Alhamdulillah, satu urusan selesai, sekarang aku bingung gimana caranya ke ‘kos-kosan’ wkwk.

Sebelum ke Korea, memang persiapanku untuk ke sini kuakui kurang matang karena masih sibuk koas. Aku sudah mencari tau kalau di sini tidak ada Uber/Grab. Opsi yang aku pilih yaitu naik bus. Waktu aku tanya senior yang kuliah di SNU, dia juga bilang kalau suruh naik bus. Saat itu bingung juga bus yang di sebelah mana, yang jenis apa, karena banyak sekali bus berjejeran. Lagi-lagi aku tidak langsung paham berkomunikasi dengan staff dengan bahasa Inggris logat Korea, membuatku terkendala. Ditambah saat itu baterai hp dan power bank-ku sudah hampir 0%.

Percakapanku dengan staff penginapan. Aku mengabari kalau aku akan tiba di sana. Masih sedikit panik, hp sudah mau mati, sampai typo, harusnya itu “bus” ya..

Papan informasi rute bus sesuai nomor busnya.

Akhirnya aku paham mana bus yang harus aku naiki. Bus Airport Limousine dengan nomor 6003 mengantarku ke halte terdekat dengan kos-kosan di Seoul. Perjalanan ke sana memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Bus di sini tidak bisa berhenti sembarangan, harus di halte yang sesuai. Bus bandara tidak berhenti di semua halte, tetapi pada halte di titik tertentu. Padahal ada halte yang lebih dekat ke kosku, sayangnya tidak berhenti, jadi aku harus jalan cukup jauh. Jaraknya dengan halte di mana busku berhenti sekitar 700 meter. Cukup dekat ya sebenarnya tapiii, OMG aku baru tau kalau dataran di Korea tidak rata, naik-turun!

Dari halte ke kosan jalan terus menanjak, tidak ada jalan menurun :( membuatku ngos-ngosan dan berkeringat menarik 2 koper dengan berat total 30 kg, padahal saat itu suhunya sekitar 10 derajat Celcius, jam 9 malam. Dipersulit dengan roda koperku yang rusak ternyata hampir lepas saat ditarik di medan yang menanjak, huhu. Ingin menangis rasanya saat itu. Sendirian, kedinginan tapi berkeringat, tangan dan badan sudah pegal-pegal, tiada satu orang pun yang membantu, di negeri asing pula :’)

Sampai juga di ‘kosan’. Waktu menunjukkan sekitar jam 9.30 malam. Malam itu juga aku bertemu dengan staff untuk mengurus administrasi penginapan. Ada beberapa jenis penginapan untuk tinggal di Korea, kalau tidak salah istilahnya, ada one room dan goshiwon. Sepertinya kalau one room, dalam satu kamar sudah ada dapur dan mesin cuci. Paket lengkap lah istilahnya (jelas harga sewanya lebih mahal). Sedangkan goshiwon, dapur dan mesin cuci terletak terpisah. Mungkin ada juga goshiwon dengan sharing bathroom (biasanya lebih murah). 

Aku menyewa goshiwon, sebuah kamar yang dilengkapi kamar mandi dalam (ada air panas), tempat tidur, meja, lemari, AC, TV, wifi, kulkas, serta pendeteksi asap. Rata-rata memang gedung di Korea dilengkapi pendeteksi asap, sehingga memang tidak diperkenankan merokok di dalam gedung. Dilengkapi juga dengan CCTV 24 jam dan sandi touchscreen di setiap pintu kamar. Harga sewa per bulan sudah aku tulis di part sebelumnya, yaitu sekitar 450.000 won atau 5,5 juta rupiah. Mahal ya jika dibandingkan dengan kos-kosan di Indonesia. Menurutku itu standar untuk di sini (dan di luar negeri lain), serta dibanding tinggal di hotel, untuk 1 bulan sudah habis berapa, wkwk.

 
Gambar goshiwon yang aku tempati. Walaupun kecil tetapi nyaman. Mohon maaf berantakan wkwk. Difoto waktu baru sampai di sana, sudah lelah, langsung bruk bruk menaruh barang di mana-mana. Sepertinya aku tidur dahulu, lalu jam 1 malam bangun dan memfoto ini.

Ukuran kamarnya cukup sempit, sekitar 2,5 x 3,5 meter, namun itu tak menjadi masalah bagiku. Goshiwon di tempatku ada 6 lantai. Kamarku ada di lantai paling bawah yaitu lantai 3. Lantai 1 dan 2 itu toko dan cafe. Ada lift dan tangga. Ada dapur bersama dan tempat laundry (2 mesin cuci) per 2 lantai goshiwon, yang terletak di lantai genap. Seringnya aku memasak dan me-laundry di lantai terdekat, yaitu lantai 4. Terkadang jika kedua mesin cuci sedang dipakai, aku ke lantai 6 atau 8 wkwk.. Atau jika nasi di dapur lantai 4 sedang habis, aku pergi ke dapur yang lain.

Berkat bantuan informasi dari senior di SNU, aku memesan goshiwon di sini  goshipages.com/naejari . Ku pilih kamar D type dengan tarif paling murah. Kalau mau kamar yang luas bisa pilih A type seharga 580.000 won atau sekitar 6,96 juta, hampir 7 juta rupiah!



Oh ya, fasilitas yang bisa didapatkan di dapur yaitu disediakan nasi yang sudah dimasakkan oleh staff di sana. Ada ramen instan, teh, kopi, kimchi, minyak goreng, bumbu dapur (kecap, garam, gula, merica, dll), air minum dari dispenser, detergen, sabun cuci piring, dsb. Semua itu bisa kita ambil sepuasnya, eh secukupnya. Intinya kita boleh ambil bebas. Peralatan makan dan masak pun tersedia, tapi tentunya kita harus langsung mencucinya setelah dipakai. Di sebelah dapur ada ruang yang dilengkapi meja makan, rice cooker, alat pembuat kopi, microwave, serta pemanggang roti. Untuk ramen, aku tidak pernah ambil karena tidak ada logo halalnya hehe.

Hasil belanja dari minimarket terdekat. Untuk menghemat, aku juga membawa banyak mie instan dan bumbu dapur sendiri yang mungkin susah ditemukan di sini. Mungkin ada, tapi pasti lebih mahal. 
Hampir setiap hari aku makan kimchi yang disediakan gratis, sering juga aku masak nasi goreng kimchi. sampai kadang perutku terasa kembung, kebanyakan gas fermentasi kali(?) wkwk. Dapur bersama, berarti gantian? Iya. Aku lebih suka masak pagi-pagi karena jaraang banget yang ke dapur pagi-pagi wkwk. Biar nggak antri.



 

Sempat bingung saat aku mau me-laundry karena tombol mesin cucinya pakai Hangeul/huruf Korea. Aku gunakan aplikasi Papago untuk menerjemahkannya. Sembari mencuci, aku memasak atau ke kamar lagi untuk melakukan pekerjaan lain. Jemurnya di mana? Sepertinya di rooftop ada tempat untuk menjemur. Saat itu sedang musim gugur menuju winter, cukup dingin, aku pikir tidak akan kering juga jika dijemur di luar. Jadilah aku gantung di kamar. Bisa kering? Yes bisa.

Ada orang dari berbagai negara yang tinggal di kosanku, mungkin karena dekat dengan kampus SNU, sehingga banyak orang asing. Aku memilih goshiwon yang letaknya paling dekat dengan kampus FKH SNU. Ada sih goshiwon dengan tarif lebih murah, tetapi lokasinya lebih jauh. Daripada aku menghabiskan budget untuk transportasi, aku memilih penginapan terdekat, memang biayanya sedikit lebih mahal tetapi lebih hemat daripada aku gunakan untuk naik bus setiap hari. 

Seringnya aku naik bus dibanding metro/kereta bawah tanah. Tarif bus sekitar 15 ribu rupiah baik dekat maupun jauh. Worth it sih kalau jaraknya agak jauh, nggak worth it naik bus ke kampus yang bisa ditempuh dengan jalan kaki 10 – 15 menit saja. Sayang menyisihkan 30 ribu (PP) setiap hari hanya untuk ke kampus. Kampus FKH SNU masih sewilayah dengan rumah sakit hewan SNU. Jadwalku ke sana setiap hari Senin – Jumat. Weekend bisa buat jalan-jalan dan istirahat.

Pada 31 Oktober, yaitu hari ke-4 aku di Korea, saat aku pulang dari kampus ada paket berkardus besar di depan kamarku. Staff kosan sampai syok. Annisa, ini ada paket buatmu, besar sekali, kamu beli barang apa? Wkwk. Koper dengan ukuran 29 inch telah mendarat sempurna padaku. Kok bisa yang rusak 24 inch tapi dapat 29 inch? Awalnya aku memilih 25 inch, setelah aku pikir-pikir, aku khawatir jika koper biruku tidak kuat menampung barang berat-berat. Akhirnya aku email ke pihak maskapai untuk mengganti ke 29 inch. Beneran dikirimin ukuran itu. Yeay. Alhamdulillah. 

  
 Koper baru dari pihak maskapai.

Dengan berat hati aku harus membuang meninggalkan koper ungu kesayanganku di Korea :(( Nggak mungkin kan aku bawa pulang 3 koper besar, nggak bisa bawanya, udah rusak pula, dan pasti bakal kelebihan berat/excess baggage.

Bye-bye koper kesayanganku, I’ll be missing you :(
Mungkin segini dulu aja. Cerita selanjutnya bersambung di part 4 :) 

No comments:

Post a Comment